Oleh: Ani Marlia
Masih ingat bukan dengan kisah Siti
Hajar dan putranya Nabi Ismail, yang ditinggalkan Nabi Ibrahim di tengah gurun
pasir yang sangat terik. Tidak ada air, makanan dan orang yang tinggal di sana.
Siti Hajar tidak bisa berbuat apa-apa ketika Nabi Ibrahim meninggalkannya di
sana karena mengetahui itu perintah dari Allah SWT. Perbekalan yang dibawanya
habis, Siti Hajar bingung, khawatir anaknya lapar dan kehausan. Akhirnya beliau
berlari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwah berharap menemukan sesuatu yang
bisa diberikan kapada Nabi Ismail supaya tidak kehausan.
Siti Hajar bolak-balik ke bukit Safa
dan Marwah sebanyak tujuh kali. Di mana peristiwa itu sekarang diabadikan oleh
Allah SWT dalam salah satu rukun haji yaitu sa’i. Setelah beberapa lama
kemudian keluarlah sumber mata air di dekat kaki Nabi Ismail, Siti Hajar sangat
gembira melihat sumber air tersebut kemudian beliau langsung meminumkannya
kepada Nabi Ismail.
Dari secuil kisah di atas, perlu
kita ketahui bahwasanya seorang ibu tidak akan rela membiarkan anak-anaknya
mengalami kesusahan. Ibu akan melakukan apapun demi anaknya merasa bahagia dan
senang. Seperti dalam syair lagu bahwa kasih ibu sepanjang masa. Dan cinta yang
diberikan kepada anaknya pun tidak akan ada ujungnya dan tidak dapat dihitung
dengan menggunakan rumus apapun. Ibu orang pertama yang harus kita hormati,
seperti hadist ini:
“Dari Abu Hurairah Radhyallahu’anhu,
beliau berkata,”Seseorang datang kepada Rasullullah SAW dan berkata, ‘wahai
Rasullullah SAW, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi SAW
menjawab, ‘Ibumu!’ orang tersebut kembali bertanya,’Kemudian siapa lagi?’ Nabi
SAW menjawab, ‘Ibumu!’ orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’
beliau menjawab, ’Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali. ‘Kemudian siapa
lagi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’ (H.R. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
Melihat hadist di atas dapat
disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu lebih tinggi tiga kali lipat dari
seorang ayah. Kenapa demikian? Karena ibulah yang mengandung selama sembilan
bulan, ditambah dua tahun menyusui anak. Itulah mengapa Allah melarang untuk
berbuat durhaka kepada orang tua terutama ibu.
Seperti kisah yang termashur sampai sekarang
yaitu kisahnya Si Fulan yang durhaka kepada ibunya, sehingga mengalami kesulitan
saat sakaratul maut sampai-sampai Rasulullah ingin membakar Si Fulan karena
tidak kunjung meninggal. Mendengar berita tersebut ibunya langsung memaafkannya
dan Si Fulan pun akhirnya bisa melewati masa-masa sakaratul mautnya yang
menyakitkan.
Sesungguhnya ridho orang tua adalah
ridho Allah juga dan murka orang tua adalah murka Allah juga. “Ada tiga do’a
yang dikabulkan oleh Allah SWT yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) Do’a
kedua orang tua terhadap anaknya, (2) Do’a musafir-orang yang sedang dalam
perjalanan, (3) Do’a orang yang dizhalimi.” (Hasan: HR Al-Bukhari dalam
Al-Adabul Mufrad (no: 32, 481/Shahih Al-Adabil Mufrad (no.24, 372)).
Disinilah mengapa restu orang tua sangatlah penting untuk kita sebelum
melakukan aktifitas atau meraih cita-cita.
Sebening tetesan embun pagi..
Secerah sinarnya mentari..
Bilaku tatap wajahmu ibu..
Ada kehangatan di dalam hatiku..
-Sakha ‘Ibu’-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar