Indonesia merupakan Negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak nomor satu di dunia. Dalam usaha menemukan jati dirinya, ditubuh umat islam di indonesia telah tumbuh dan berkembang beragam pergerakan islam sebagai usaha melakukan perubahan dan menentukan masa depannya. Perbedaan organisasi ataupun pergerakan islam berubah dari sekedar perbedaan madzab ataupun furu’iyah dalam ibadah menjadi perbedaan pada metode ataupun orientasinya. Dengan menelaah ulang konteks kesejarahan pergerakan islam Indonesia pada awal abad 20, dapat dikatagorikan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok skeptif dan progresif.
Dari sudut pandang penulis kelompok skeptif adalah kelompok yang enggan melakukan perubahan sosial dan keagamaan, tidak melakukan transformatif ataupun ijtihad, dan memegang kuat tradisi budaya yang dalam hal ini bisa dinisbatkan pada Organisasi Islam yang mencerminkan akar rumput tradisi masyarakat Indonesia yaitu Nahdhlatul Ulama. Sedangkan disisi yang lain kelompok progresif diwakili kelompok yang menghendaki perubahan dalam tataran sosial, politik, pendidikan ataupun ijtihad keagamaan yang hal ini bisa diwakili Muhammadiyah, Persis, Syarikat Islam dan Al Irsyad. Walaupun terdiri atas beragam organisasi namun bisa dikatakan secara garis besar platform maupun ketokohan keempat organisasi tersebut masih saling beririsan secara signifikan.
Namun dipenghujung abad 20 dan memasuki abad 21, pengaruh globalisasi juga memberikan warna tersendiri pada dinamika organisasi dan pergerakan islam di Indonesia. Organisasi islam yang telah mapan secara kultural, struktural maupun institusional yaitu Nahdhlatul Ulama dan Muhammadiyah harus siap bersaing dengan dinamika pergerakan islam yang semakin berkembang dengan tumbuhnya pergerakan islam yang mengadopsi atapun menyatakan sebagai bagian ataupun cabang dari organisasi islam dari luar Indonesia. Diantaranya Hizbut Tahrir, Salafiyah, Jamaah Tabligh, Tarbiyah, ataupun gerakan bawah tanah Jamaah Jihad walaupun kurang menunjukkan eksistensinya dipermukaan.
Interaksi umat islam Indonesia dengan wacana keagamaan dan dinamikanya tidak mungkin dipisahkan dengan dinamika di luar negeri khususnya Timur Tengah. Karena bagaimanapun organisasi islam yang telah mapan seperti Nahdhlatul Ulama maupun Muhammadiyah pun terinspirasi dan bisa dikatakan mengadopsi perkembangan wacana keagamaan yang berkembang disana. Dalam tubuh Nahdhlatul Ulama sendiri pengaruh gerakan-gerakan Tarekat yang mengadopsi dari luar negeri seperti Naqsabandiyah dan Tijaniyah yang berpusat dan berkembang di Syiriah dan Mesir cukup signifikan, begitu pula pergerakan islam Al-Haramain dengan tokohnya Syaikh Muhammad Maliki yang berkembang di Nejd menjadi rujukan utama para ulama di Nahdhliyin. Sedangkan Muhammadiyah pada awal-awal berdirinya tidak terlepas mengadopsi ide-ide pembaharuan islam moderat yang dipelopori Syaikh Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad Abdul Wahab, hingga Jamaludin Al-Afghani ataupun Muhammad Iqbal. Dan dari perkembangannya Muhammadiyah sendiri sebenarnya telah cukup berkembang dan berpengaruh di negara-negara Jiran seperti Malaysia dan Singapura.
Karena itu terlalu dipaksakan apabila terkesan adanya pemisahan antara pergerakan islam Nasional dan Transnasional, dengan memaksakan pandangan yang berhak hidup dan berkembang di Indonesia dan dapat diterimat umat islam Indonesia adalah Ormas islam Asli Indonesia, sedangkan yang lainnya yang berbau TransNasional tidak layak untuk mengembangkan keorganisasian ataupun pengaruhnya di Indonesia. Apalagi Negara ini memberikan sepenuhnya hak kemerdekaan dalam berorganisasi dan menyampaikan pendapat bagi siapapun dan kelompok manapun selama masih dalam batas-batas mengakui Negara Kesatuan Indonesia dan tidak melakukan tindakan-tindakan destruktif yang merusak kepentingan nasional serta kehidupan masyarakatnya.
Selanjutnya bagaimana perkembangan Ormas-ormas ataupun pergerakan islam di Indonesia saat ini. Dalam kacamata penulis, untuk mengklasifikasikan peta pergerakan islam tidak ada salahnya mengadopsi pemetaan dinamika pergerakan islam berdasarkan model teori-teori perubahan sosial yang bersifat kemasyrakatan atau dalam paradigma sosiologi. Teori paradigma perubahan sosial dicetuskan pertama kali oleh seorang sosiolog pendidikan Brasil Paulo Freire pada era 70-an, yang kemudian berkembang dalam tataran peta paradigma sosiologi ideologis yang dikembangkan Burnell Morgan diera 80-an. Dari para analis sosiologi ini madzab perubahan sosial akan memetakan bagaimana karakter secara ideologis, metode serta sasaran yang hendak diwujudkan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menghendaki perubahan sosial, yang kemudian bisa dibagi kedalam 3 madzab.
Madzab pertama adalah perubahan pasif dan dominatif. Kerangka pola fikir dalam golongan ini adalah lebih dekat dengan pola gerakan salafiyah dalam pergerakan islam. Sedangkan dalam tataran metode kesadaran sosial disebut dengan kesadaran magis. Penganut madzab ini lebih dekat dengan kelompok islam yang hanya menyandarkan orientasi gerak dibidang ubudiyah dan ansih dengan dinamika politik dan sosial. Dalam pandangan ini perubahan sosial tidak mampu mengetahui hubungan atau kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya untuk melakukan perubahan sosial secara humanis maupun struktural untuk mewujudkan perubahan tatanan sosial secara global.
Organisasi islam akar rumput seperti Nahdhlatul Ulama dan kalangan tradisional serta derivatnya cukup dominan mewakili madzab ini. Karena kerangka orientasi model organisasi seperti ini adalah lebih pada upaya mempertahankan dominasi kultur dan tradisi yang telah mapan dan dianut masyarakat Indonesia, begitu pula dalam keagamaan. Sedangkan pengembangan lembaga politik, sosial ataupun pendidikan dalam naungan Ormas ini lebih pada figuritas dan kepunyaan pribadi ketimbang kekuatan usaha Ormasnya. Sedangkan perubahan sosial yang dikehendaki masih belum kelihatan, baik secara falsafah maupun konsepnya sehingga perubahan sosial dalam pandangan ini mengikuti perubahan yang terjadi berdasarkan faktor-faktor eksternal, natural ataupun magical.
Madzab ini juga sangat dominan dianut oleh kelompok Salafiyah atau Wahabiyah yang mengadopsi madzab keagamaan dari Arab Saudi, karena pola kemasyarakatan yang pasif dan masih didominasi Kerajaan dalam politik, sehingga tidak menuntut adanya dinamika sosial politik. Selain itu Jamaah Tabligh yang begitu tradisional dalam penerapan faham keagamaan juga secara dominan mengikuti cara pandang ini.
Madzab kedua adalah perubahan Reformatif. Dalam pandangan yang kedua ini perubahan sosial lebih dititik beratkan pada perubahan humanis, yaitu untuk membangun kesadaran individu dalam aspek manusiawi sebagai akar dari perubahan sosial yang hendak diwujudkan, sehingga juga disebut dengan perubahan sosial dengan kesadaran naif. Man power development menjadi sesuatu yang diharapkan untuk mewujudkan perubahan. Sedangkan secara struktural, mereka akan mengikuti pola dan struktur yang sudah ada dan dianggap sebagai sesuatu yang sudah baik, mapan dan benar dan akan berubah sesuai dengan karakter perubahan manusianya. Sehingga pandangan ini akan mengusahakan perubahan sosial secara reformatif.
Dalam pandangan madzab ini model pergerakan islam modern seperti Muhammadiyah dan derivatnya cukup mewakili. Dengan program pendidikan dan amal islam yang terkelola dengan baik dan dikembangkan secara progressif, organisasi ini berusaha untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam usahanya merealisasikan perubahan kehidupan sosial, ekomnomi, pendidikan, politik yang lebih baik. Ini dibuktikan dengan kontribusi besar para tokohnya dalam usahanya ikut serta menentukan pondasi negara ini walaupun dalam tataran nasionalisme. Sebut saja Ki Bagus Hadi Kusumo dan Kasman Singodimejo merupakan perwakilan dari kelompok islam modern, yang menjadi founding father Indonesia, ataupun Panglima besar Jenderal Soedirman yang menjadi pelopor pendirian dan pemimpin TNI, serta tokoh-tokohnya yang berhasil melakukan reformasi bidang pendidikan di negara ini.
Adapun pergerakan islam lain yang juga condong menggunakan pendekatan paradigma perubahan sosial model ini adalah pergerakan islam Tarbiyah. Gerakan ini memiliki orientasi utama untuk membangun konsep dan struktur berdasarkan islam dalam semua bidang dengan jargonnya AlIslam huwal Hal dan dengan cakupan global, yang mereka sebut dengan Ustadziatul ‘Alam. Namun dalam tataran geraknya mereka menggunakan tahapan-tahapan perubahan yang disebut dengan Mihwar. Sehingga gerakan ini cenderung untuk melakukan perubahan secara humanis dan reformatif islam.
Pergerakan islam ini cukup menarik untuk dicermati karena pengaruhnya yang berkembang secara signifikan. Dalam tatanan reformasi politik pergerakan ini membangun sayap politiknya melalui Partai Keadilan yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera, yang sekarang memiliki kemampuan politik yang cukup signifikan sebagai kekuatan partai islam terbesar. Begitu pula dalam pengembangan amal islam keagamaan, pendidikan, kesehatan dan bidang sosial lainnya dengan pendirian Pesantren, Sekolah Islam, Lembaga Sosial dan Zakat serta berbagai misi sosial dan kesehatan ataupun budaya yang cukup mewarnai. Dalam pembangunan SDM, pergerakan islam ini juga cukup dominan memberikan warna keislaman di lembaga-lembaga pusat pendidikan tinggi serta lembaga riset IPTEK nasional.
Sedangkan Madzab ketiga adalah perubahan transformatif. Dalam pandangan ini perubahan sosial dibangun dengan kesadaran kritis revolusioner. Dalam paradigma kesadaran kritis, inti permasalahan dan perubahan sosial adalah pada struktural dalam sistem tatanan sosial, politik, ekonomi, budaya dan bidang lainnya. Sehingga perubahan sosial dapat diwujudkan melalui dialektika thesa dan antithesa untuk membangun struktur yang secara fundamen baru dan terlepas dari struktur yang ada yang dianggap rusak dan penyebab ketidakadilan.
Untuk saat ini meskipun masih belum signifikan pengaruhnya tetapi pergerakan islam revolusioner seperti Jamaah Jihad yang dalam hal ini bisa terwakili oleh Majelis Mujahidin dan Ansharuttauhid bisa mewakili cara pandang perubahan sosial dalam paradigma ini. Jika kita tengok dalam sejarah panjang pergerakan islam nasional, pergerakan islam dengan model ini sebenarnya memiliki akar sejarah yang cukup signifikan di Indonesia. Dengan latar belakang Gerakan Darul Islam DI/TII yang didirikan KartoSuwiryo pada tahun 1947, yang mampu memberikan perlawanan dengan pemberontakan yang terbesar dan terlama dalam masa-masa revolusi. Selain di sebagian Jawa Tengah dan Jawa Barat, gerakan ini juga berkembang derivatnya dengan NII yang berkembang di Aceh, Sulawesi Selatan dan Tenggara serta Kalimantan Selatan, sehingga pemberontakan untuk mendirikan Negara Islam untuk melawan pemerintahan RI dan menggantikan bentuk Negara nasionalis NKRI ini mampu bertahan tidak kurang dari 15 tahun.
Dalam bentuk perlawanan yang lebih dapat dipandang vandalisme saat ini, sisa-sisa NII yang mengatas namakan JI ataupun Al-Qaedah Indonesia, dengan pengaruh organisasi Jihad luar negeri mereka seolah-olah mendapatkan ruh baru. Dengan mengadopsi pemikiran fundamentalisme ideologis Jamaah Islamiyah yang berkembang di Mesir yang kemudian melakukan tranformasi kedalam jaringan Al-Qaedah, sempalan pergerakan organisasi jihad internasional ini ingin menunjukkan eksistensinya dengan berbagai serangan teror terhadap kepentingan-kepentingan asing di negeri ini. Selain itu dalam pandangan mereka pemerintahan yang tidak berdasarkan ideologis dan hukum islam adalah wajib dihancurkan dan diperangi.
Selain model revolusi dengan kekerasan, pergerakan islam lain yang tidak menggunakan jalur kekerasan fisik tetapi dengan revolusi pemikiran yang bisa dikatagorikan menganut paradigma perubahan transformatif revolusioner ini adalah Hizbut Tahrir. Sebagai pergerakan islam yang mengklaim sebagai partai politik internasional yang berpusat di Yordania dan diisukan hijrah ke Inggris sebagai markas pusatnya ini menunjukkan geliatnya di negara-negara demokratis Eropa, sebagian Asia Tengah serta Indonesia. Wacana dan doktrin revolusi pemikiran pergerakan islam ini dibangun dengan diskusi-diskusi, buku, booklet, ataupun selebaran-selebaran dialogis untuk memberikan pengaruh dan menanamkan keyakinannya kepada umat islam untuk mengikuti pola pikir yang mereka anut, terutama dari golongan terdidik.
Metode revolusioner dalam mewujudkan perubahan sosial yang ditempuh Hizbut Tahrir dapat dikatagorikan dalam dua jalan utama. Jalan pertama untuk melakukan revolusi struktural adalah dengan merebut kepemimpinan yang mereka sebut dengan Thulabun Nusroh, atau pencarian perlindungan. Dengan jalan lobi-lobi dan diskusi politik dengan pemimpin-pemimpin negara, masyarakat ataupun keagamaan mereka berusaha memberikan pengaruh pemikiran, sehingga diantara para pemimpin itu bersedia untuk menempuh jalan dan cara pandang mereka untuk bersama-sama mereka mewujudkan terbentuknya daulah islam Khilafah Islamiyah dan tegaknya syariat islam. Sedangkan jalan yang kedua adalah dengan Ash-Shira’ ul-Fikra untuk melakukan revolusi sosial, yaitu dengan memberikan pengaruh pemikiran secara luas kepada masyarakat bawah dengan cara menghancurkan wibawa pemerintahan, dan mempertontonkan kekurangan, kegagalan ataupun kebobrokan-kebobrokan kepemimpinan negara serta menganggap seluruh pemerintahan negeri-negeri islam saat ini adalah Darul Kufr alias dianggap Negara kafir. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan kepercayaan masyarakat pada pemimpin-pemimpin pemerintahan terutama negeri-negeri islam, sehingga pada akhirnya akan mampu menggerakkan masyarakat untuk bersedia bergerak bersama HT melakukan revolusi terhadap rezim yang berkuasa.
Dari ketiga klasifikasi madzab perubahan sosial ini tidak berdasarkan nilai-nilai dogmatis keagamaan bahwasanya madzab yang yang satu lebih benar ketimbang madzab lainnya, namun lebih berdasarkan metode dan mekanisme transfer nilai yang ditawarkan dan dikembangkan masing-masing madzab. Madzab-madzab ini akan menentukan bagaimana platform pergerakan islam, kepemimpinan, serta pola fikir yang dianut pengikutnya yang menjadi nilai idealisme yang diperjuangkan untuk melakukan perubahan sosial.
Demikian mungkin sedikit gambaran peta pergerakan islam di Indonesia yang ada dari sudut pandang kacamata penulis, yang pasti silahkan pilih gerbong yang sesuai dengan hati nurani, fastabiqul khairat dan marilah berusaha introspeksi untuk senantiasa melakukan perbaikan dalam diri kita pribadi, dan menjauhkan diri dari keyakinan dan pemikiran destruktif yang justru menjauhkan islam menuju kebangkitannya, dan menghilangkan jati dirinya sebagai Rahmatan lil ‘alamin. Adapun jika ada kesalahan yang tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan yang dianut masing-masing pergerakan islam yang ada, penulis minta maaf dan siap untuk mengkoreksi dan merevisi tulisan singkat ini. Wallahua’lam bisshowab.
Dari sudut pandang penulis kelompok skeptif adalah kelompok yang enggan melakukan perubahan sosial dan keagamaan, tidak melakukan transformatif ataupun ijtihad, dan memegang kuat tradisi budaya yang dalam hal ini bisa dinisbatkan pada Organisasi Islam yang mencerminkan akar rumput tradisi masyarakat Indonesia yaitu Nahdhlatul Ulama. Sedangkan disisi yang lain kelompok progresif diwakili kelompok yang menghendaki perubahan dalam tataran sosial, politik, pendidikan ataupun ijtihad keagamaan yang hal ini bisa diwakili Muhammadiyah, Persis, Syarikat Islam dan Al Irsyad. Walaupun terdiri atas beragam organisasi namun bisa dikatakan secara garis besar platform maupun ketokohan keempat organisasi tersebut masih saling beririsan secara signifikan.
Namun dipenghujung abad 20 dan memasuki abad 21, pengaruh globalisasi juga memberikan warna tersendiri pada dinamika organisasi dan pergerakan islam di Indonesia. Organisasi islam yang telah mapan secara kultural, struktural maupun institusional yaitu Nahdhlatul Ulama dan Muhammadiyah harus siap bersaing dengan dinamika pergerakan islam yang semakin berkembang dengan tumbuhnya pergerakan islam yang mengadopsi atapun menyatakan sebagai bagian ataupun cabang dari organisasi islam dari luar Indonesia. Diantaranya Hizbut Tahrir, Salafiyah, Jamaah Tabligh, Tarbiyah, ataupun gerakan bawah tanah Jamaah Jihad walaupun kurang menunjukkan eksistensinya dipermukaan.
Interaksi umat islam Indonesia dengan wacana keagamaan dan dinamikanya tidak mungkin dipisahkan dengan dinamika di luar negeri khususnya Timur Tengah. Karena bagaimanapun organisasi islam yang telah mapan seperti Nahdhlatul Ulama maupun Muhammadiyah pun terinspirasi dan bisa dikatakan mengadopsi perkembangan wacana keagamaan yang berkembang disana. Dalam tubuh Nahdhlatul Ulama sendiri pengaruh gerakan-gerakan Tarekat yang mengadopsi dari luar negeri seperti Naqsabandiyah dan Tijaniyah yang berpusat dan berkembang di Syiriah dan Mesir cukup signifikan, begitu pula pergerakan islam Al-Haramain dengan tokohnya Syaikh Muhammad Maliki yang berkembang di Nejd menjadi rujukan utama para ulama di Nahdhliyin. Sedangkan Muhammadiyah pada awal-awal berdirinya tidak terlepas mengadopsi ide-ide pembaharuan islam moderat yang dipelopori Syaikh Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad Abdul Wahab, hingga Jamaludin Al-Afghani ataupun Muhammad Iqbal. Dan dari perkembangannya Muhammadiyah sendiri sebenarnya telah cukup berkembang dan berpengaruh di negara-negara Jiran seperti Malaysia dan Singapura.
Karena itu terlalu dipaksakan apabila terkesan adanya pemisahan antara pergerakan islam Nasional dan Transnasional, dengan memaksakan pandangan yang berhak hidup dan berkembang di Indonesia dan dapat diterimat umat islam Indonesia adalah Ormas islam Asli Indonesia, sedangkan yang lainnya yang berbau TransNasional tidak layak untuk mengembangkan keorganisasian ataupun pengaruhnya di Indonesia. Apalagi Negara ini memberikan sepenuhnya hak kemerdekaan dalam berorganisasi dan menyampaikan pendapat bagi siapapun dan kelompok manapun selama masih dalam batas-batas mengakui Negara Kesatuan Indonesia dan tidak melakukan tindakan-tindakan destruktif yang merusak kepentingan nasional serta kehidupan masyarakatnya.
Selanjutnya bagaimana perkembangan Ormas-ormas ataupun pergerakan islam di Indonesia saat ini. Dalam kacamata penulis, untuk mengklasifikasikan peta pergerakan islam tidak ada salahnya mengadopsi pemetaan dinamika pergerakan islam berdasarkan model teori-teori perubahan sosial yang bersifat kemasyrakatan atau dalam paradigma sosiologi. Teori paradigma perubahan sosial dicetuskan pertama kali oleh seorang sosiolog pendidikan Brasil Paulo Freire pada era 70-an, yang kemudian berkembang dalam tataran peta paradigma sosiologi ideologis yang dikembangkan Burnell Morgan diera 80-an. Dari para analis sosiologi ini madzab perubahan sosial akan memetakan bagaimana karakter secara ideologis, metode serta sasaran yang hendak diwujudkan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menghendaki perubahan sosial, yang kemudian bisa dibagi kedalam 3 madzab.
Madzab pertama adalah perubahan pasif dan dominatif. Kerangka pola fikir dalam golongan ini adalah lebih dekat dengan pola gerakan salafiyah dalam pergerakan islam. Sedangkan dalam tataran metode kesadaran sosial disebut dengan kesadaran magis. Penganut madzab ini lebih dekat dengan kelompok islam yang hanya menyandarkan orientasi gerak dibidang ubudiyah dan ansih dengan dinamika politik dan sosial. Dalam pandangan ini perubahan sosial tidak mampu mengetahui hubungan atau kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya untuk melakukan perubahan sosial secara humanis maupun struktural untuk mewujudkan perubahan tatanan sosial secara global.
Organisasi islam akar rumput seperti Nahdhlatul Ulama dan kalangan tradisional serta derivatnya cukup dominan mewakili madzab ini. Karena kerangka orientasi model organisasi seperti ini adalah lebih pada upaya mempertahankan dominasi kultur dan tradisi yang telah mapan dan dianut masyarakat Indonesia, begitu pula dalam keagamaan. Sedangkan pengembangan lembaga politik, sosial ataupun pendidikan dalam naungan Ormas ini lebih pada figuritas dan kepunyaan pribadi ketimbang kekuatan usaha Ormasnya. Sedangkan perubahan sosial yang dikehendaki masih belum kelihatan, baik secara falsafah maupun konsepnya sehingga perubahan sosial dalam pandangan ini mengikuti perubahan yang terjadi berdasarkan faktor-faktor eksternal, natural ataupun magical.
Madzab ini juga sangat dominan dianut oleh kelompok Salafiyah atau Wahabiyah yang mengadopsi madzab keagamaan dari Arab Saudi, karena pola kemasyarakatan yang pasif dan masih didominasi Kerajaan dalam politik, sehingga tidak menuntut adanya dinamika sosial politik. Selain itu Jamaah Tabligh yang begitu tradisional dalam penerapan faham keagamaan juga secara dominan mengikuti cara pandang ini.
Madzab kedua adalah perubahan Reformatif. Dalam pandangan yang kedua ini perubahan sosial lebih dititik beratkan pada perubahan humanis, yaitu untuk membangun kesadaran individu dalam aspek manusiawi sebagai akar dari perubahan sosial yang hendak diwujudkan, sehingga juga disebut dengan perubahan sosial dengan kesadaran naif. Man power development menjadi sesuatu yang diharapkan untuk mewujudkan perubahan. Sedangkan secara struktural, mereka akan mengikuti pola dan struktur yang sudah ada dan dianggap sebagai sesuatu yang sudah baik, mapan dan benar dan akan berubah sesuai dengan karakter perubahan manusianya. Sehingga pandangan ini akan mengusahakan perubahan sosial secara reformatif.
Dalam pandangan madzab ini model pergerakan islam modern seperti Muhammadiyah dan derivatnya cukup mewakili. Dengan program pendidikan dan amal islam yang terkelola dengan baik dan dikembangkan secara progressif, organisasi ini berusaha untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam usahanya merealisasikan perubahan kehidupan sosial, ekomnomi, pendidikan, politik yang lebih baik. Ini dibuktikan dengan kontribusi besar para tokohnya dalam usahanya ikut serta menentukan pondasi negara ini walaupun dalam tataran nasionalisme. Sebut saja Ki Bagus Hadi Kusumo dan Kasman Singodimejo merupakan perwakilan dari kelompok islam modern, yang menjadi founding father Indonesia, ataupun Panglima besar Jenderal Soedirman yang menjadi pelopor pendirian dan pemimpin TNI, serta tokoh-tokohnya yang berhasil melakukan reformasi bidang pendidikan di negara ini.
Adapun pergerakan islam lain yang juga condong menggunakan pendekatan paradigma perubahan sosial model ini adalah pergerakan islam Tarbiyah. Gerakan ini memiliki orientasi utama untuk membangun konsep dan struktur berdasarkan islam dalam semua bidang dengan jargonnya AlIslam huwal Hal dan dengan cakupan global, yang mereka sebut dengan Ustadziatul ‘Alam. Namun dalam tataran geraknya mereka menggunakan tahapan-tahapan perubahan yang disebut dengan Mihwar. Sehingga gerakan ini cenderung untuk melakukan perubahan secara humanis dan reformatif islam.
Pergerakan islam ini cukup menarik untuk dicermati karena pengaruhnya yang berkembang secara signifikan. Dalam tatanan reformasi politik pergerakan ini membangun sayap politiknya melalui Partai Keadilan yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera, yang sekarang memiliki kemampuan politik yang cukup signifikan sebagai kekuatan partai islam terbesar. Begitu pula dalam pengembangan amal islam keagamaan, pendidikan, kesehatan dan bidang sosial lainnya dengan pendirian Pesantren, Sekolah Islam, Lembaga Sosial dan Zakat serta berbagai misi sosial dan kesehatan ataupun budaya yang cukup mewarnai. Dalam pembangunan SDM, pergerakan islam ini juga cukup dominan memberikan warna keislaman di lembaga-lembaga pusat pendidikan tinggi serta lembaga riset IPTEK nasional.
Sedangkan Madzab ketiga adalah perubahan transformatif. Dalam pandangan ini perubahan sosial dibangun dengan kesadaran kritis revolusioner. Dalam paradigma kesadaran kritis, inti permasalahan dan perubahan sosial adalah pada struktural dalam sistem tatanan sosial, politik, ekonomi, budaya dan bidang lainnya. Sehingga perubahan sosial dapat diwujudkan melalui dialektika thesa dan antithesa untuk membangun struktur yang secara fundamen baru dan terlepas dari struktur yang ada yang dianggap rusak dan penyebab ketidakadilan.
Untuk saat ini meskipun masih belum signifikan pengaruhnya tetapi pergerakan islam revolusioner seperti Jamaah Jihad yang dalam hal ini bisa terwakili oleh Majelis Mujahidin dan Ansharuttauhid bisa mewakili cara pandang perubahan sosial dalam paradigma ini. Jika kita tengok dalam sejarah panjang pergerakan islam nasional, pergerakan islam dengan model ini sebenarnya memiliki akar sejarah yang cukup signifikan di Indonesia. Dengan latar belakang Gerakan Darul Islam DI/TII yang didirikan KartoSuwiryo pada tahun 1947, yang mampu memberikan perlawanan dengan pemberontakan yang terbesar dan terlama dalam masa-masa revolusi. Selain di sebagian Jawa Tengah dan Jawa Barat, gerakan ini juga berkembang derivatnya dengan NII yang berkembang di Aceh, Sulawesi Selatan dan Tenggara serta Kalimantan Selatan, sehingga pemberontakan untuk mendirikan Negara Islam untuk melawan pemerintahan RI dan menggantikan bentuk Negara nasionalis NKRI ini mampu bertahan tidak kurang dari 15 tahun.
Dalam bentuk perlawanan yang lebih dapat dipandang vandalisme saat ini, sisa-sisa NII yang mengatas namakan JI ataupun Al-Qaedah Indonesia, dengan pengaruh organisasi Jihad luar negeri mereka seolah-olah mendapatkan ruh baru. Dengan mengadopsi pemikiran fundamentalisme ideologis Jamaah Islamiyah yang berkembang di Mesir yang kemudian melakukan tranformasi kedalam jaringan Al-Qaedah, sempalan pergerakan organisasi jihad internasional ini ingin menunjukkan eksistensinya dengan berbagai serangan teror terhadap kepentingan-kepentingan asing di negeri ini. Selain itu dalam pandangan mereka pemerintahan yang tidak berdasarkan ideologis dan hukum islam adalah wajib dihancurkan dan diperangi.
Selain model revolusi dengan kekerasan, pergerakan islam lain yang tidak menggunakan jalur kekerasan fisik tetapi dengan revolusi pemikiran yang bisa dikatagorikan menganut paradigma perubahan transformatif revolusioner ini adalah Hizbut Tahrir. Sebagai pergerakan islam yang mengklaim sebagai partai politik internasional yang berpusat di Yordania dan diisukan hijrah ke Inggris sebagai markas pusatnya ini menunjukkan geliatnya di negara-negara demokratis Eropa, sebagian Asia Tengah serta Indonesia. Wacana dan doktrin revolusi pemikiran pergerakan islam ini dibangun dengan diskusi-diskusi, buku, booklet, ataupun selebaran-selebaran dialogis untuk memberikan pengaruh dan menanamkan keyakinannya kepada umat islam untuk mengikuti pola pikir yang mereka anut, terutama dari golongan terdidik.
Metode revolusioner dalam mewujudkan perubahan sosial yang ditempuh Hizbut Tahrir dapat dikatagorikan dalam dua jalan utama. Jalan pertama untuk melakukan revolusi struktural adalah dengan merebut kepemimpinan yang mereka sebut dengan Thulabun Nusroh, atau pencarian perlindungan. Dengan jalan lobi-lobi dan diskusi politik dengan pemimpin-pemimpin negara, masyarakat ataupun keagamaan mereka berusaha memberikan pengaruh pemikiran, sehingga diantara para pemimpin itu bersedia untuk menempuh jalan dan cara pandang mereka untuk bersama-sama mereka mewujudkan terbentuknya daulah islam Khilafah Islamiyah dan tegaknya syariat islam. Sedangkan jalan yang kedua adalah dengan Ash-Shira’ ul-Fikra untuk melakukan revolusi sosial, yaitu dengan memberikan pengaruh pemikiran secara luas kepada masyarakat bawah dengan cara menghancurkan wibawa pemerintahan, dan mempertontonkan kekurangan, kegagalan ataupun kebobrokan-kebobrokan kepemimpinan negara serta menganggap seluruh pemerintahan negeri-negeri islam saat ini adalah Darul Kufr alias dianggap Negara kafir. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan kepercayaan masyarakat pada pemimpin-pemimpin pemerintahan terutama negeri-negeri islam, sehingga pada akhirnya akan mampu menggerakkan masyarakat untuk bersedia bergerak bersama HT melakukan revolusi terhadap rezim yang berkuasa.
Dari ketiga klasifikasi madzab perubahan sosial ini tidak berdasarkan nilai-nilai dogmatis keagamaan bahwasanya madzab yang yang satu lebih benar ketimbang madzab lainnya, namun lebih berdasarkan metode dan mekanisme transfer nilai yang ditawarkan dan dikembangkan masing-masing madzab. Madzab-madzab ini akan menentukan bagaimana platform pergerakan islam, kepemimpinan, serta pola fikir yang dianut pengikutnya yang menjadi nilai idealisme yang diperjuangkan untuk melakukan perubahan sosial.
Demikian mungkin sedikit gambaran peta pergerakan islam di Indonesia yang ada dari sudut pandang kacamata penulis, yang pasti silahkan pilih gerbong yang sesuai dengan hati nurani, fastabiqul khairat dan marilah berusaha introspeksi untuk senantiasa melakukan perbaikan dalam diri kita pribadi, dan menjauhkan diri dari keyakinan dan pemikiran destruktif yang justru menjauhkan islam menuju kebangkitannya, dan menghilangkan jati dirinya sebagai Rahmatan lil ‘alamin. Adapun jika ada kesalahan yang tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan yang dianut masing-masing pergerakan islam yang ada, penulis minta maaf dan siap untuk mengkoreksi dan merevisi tulisan singkat ini. Wallahua’lam bisshowab.
Ad Daulatul Islamiyah Melayu
BalasHapusKhilafah Islam Akhir Zaman
Kami mengundang Kaum Mukminin-Mukminat
Dari seluruh Dunia untuk bergabung bersama kami
Menjadi Tentara Islam The Man from The East of Imam Mahdi
as A New World Religion Bangsa Islam Akhir Zaman.
Kami mengundang Anda Menjadi Bagian Bangsa Islam berdasar Aqidah Islam
Bukan Menjadi bagian dari Bangsa-bangsa berdasarkan Daerah
Kunjungi Undangan kami Kehadiran anda kami tunggu di
di http://dimelayu.co.de